Beberapa Pohon Cendana Berusia 8 Tahun Yang Ditanam di Halaman Belakang Kampus Fakultas Pertanian Universitas Timor, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, Selasa (03/04/2012)
KEFAMENANU, KOMPAS.com - Pohon cendana Timor, khususnya Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur yang pada abad ke-15 sempat menjadi daya tarik bagi bangsa Eropa karena memiliki keharuman yang khas, kini nyaris hanya tinggal nama. Pohon ini terbilang nyaris punah.
Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kehutanan Kabupaten TTU sampai tahun 2012 ini tercatat hanya tinggal 45.428 pohon saja, yang tersebar merata di 24 Kecamatan. Padahal pada era sebelumnya, sekitar akhir tahun 80-an saja, jumlah pohon cendana tidak bisa dihitung karena jumlahnya yang sangat banyak.
"Pohon Cendana sekarang sangat susah ditemukan dan nyaris punah akibat penebangan secara besar-besaran untuk kebutuhan komersil. Kemudian tidak diimbangi dengan penanaman kembali oleh masyarakat karena pohon cendana dianggap sebagai pohon milik pemerintah. Sehingga, masyarakat tidak terlalu peduli dengan perawatan pohon cendana meskipun tumbuh di kebun maupun pekarangan rumahnya. Bahkan, karena dianggap tidak menguntungkan secara pribadi, akhirnya pohon tersebut ditebang," jelas Stefanus Sio, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Timor, Selasa (3/4/2012).
Menurut Sio, budidaya cendana yang dilakukan sekarang memang bagus, tetapi pertumbuhannya lama bila dibandingkan dengan pertumbuhan cendana secara alami. "Perlu waktu sekitar 25 tahun baru bisa mendapatkan cendana yang sudah matang jika dibandingkan dengan pertumbuhan yang alami yang menurut penelitian, biasanya biji cendana yang dimakan oleh burung kemudian disebarkan di dalam hutan itu, pertumbuhannya akan lebih cepat dan kualitasnya bagus," kata Sio.
Berdasarkan sejarahnya, kata Sio, semasa pemerintahan penjajahan Hindia Belanda di Timor, seluruh pohon cendana diberi cap sebagai milik pemerintah. "Begitupun juga setelah Belanda meninggalkan pulau Timor, pohon cendana ini juga tidak secara otomatis kembali ke tangan pemilik, karena pada masa kemerdekaan ada Peraturan Daerah (Perda) Nusa Tenggara Timur (NTT) Nomor 11 Tahun 1966 dan dilanjutkan Perda Nomor 16 Tahun 1986 yang menegaskan kepemilikan cendana oleh pemerintah," kata Sio.
Dalam Perda tahun 1966, rakyat mendapat 50 persen hasil penjualan cendana yang diambil dari tanah milik rakyat, tetapi dalam Perda tahun 1986 porsi rakyat sebagai pemilik cendana tinggal 15 persen. Dampak dari peraturan pemerintah itu membuat rakyat enggan menanam cendana.
Terkait dengan hal itu, Sekretaris Dinas Kehutanan TTU Karolus Mance mengatakan Pemerintah Daerah TTU sudah melakukan langkah penyelamatan pohon cendana. Pemda memandang, cendana merupakan aset yang sangat berharga, dan dapat diselamatkan dengan melakukan pembibitan anakan cendana dari biji cendana.
"Sesuai dengan tekad Pemerintah Propinsi yang mau mengembalikan harum cendana di Pulau Timor pada umumnya dan Kabupaten TTU khususnya, maka mulai tahun 2011 lalu, Pemerintah TTU telah mengalokasikan dana sebesar Rp 100 juta khusus untuk pengembangan cendana. Sehingga diharapkan ke depan populasi cendana akan semakin meningkat karena untuk pengembangan sendiri tidak susah, karena Kabupaten TTU adalah daerah endemik cendana," kata Mance.
Berintips : Berita, Informasi dan Tips
Twitter @BerinTips