Pertamax Rp 10.200, Pengusaha SPBU Pasrah Alphard Dkk Pakai Premium

Jakarta - Pasca pembatalan kenaikan harga BBM, yang dibarengi kenaikan harga BBM non subsidi, membuat publik lebih pilih menggunakan BBM subsidi daripada non subsidi seperti pertamax yang telah menembus Rp 10.200/liter. Kalangan pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) mengaku tak bisa berbuat apa-apa, termasuk fenomena banyaknya mobil mewah mengkonsumsi BBM subsidi.

"Selama tak diatur, tidak ada konsekuensi hukum susah ya. Padahal seharusnya BBM bersubsidi masuk jenis BBM tertentu, konsumen tertentu, jumlah tertentu, dijual di tempat tertentu. Kalau nelayan sudah ada stasiun khusus nelayan, tapi kalau SPBU ini kan umum semua orang boleh ngisi," kata Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Eri Purnomohadi kepada detikFinance, Selasa (3/4/2012)


Menurutnya saat ini tak ada jalan lain, pemerintah harus segera mengeluarkan peraturan terkait pengendalian BBM subsidi. Misalnya kendaraan 3.000 cc atau sebut saja produknya seperti Alphard jenis dan cc tertentu harus dilarang menggunakan BBM subsidi.

"BPH migas harus sudah turun tangan, kalau tak punya aparat di daerah maka harus kerjasama dengan daerah. Pola pengendalian ini sebenarnya pernah ada juga di Klaten dan Solo," katanya.

Menurutnya dari hasil komunikasinya dengan Kepala BPH Migas, saat ini sudah disiapkan semacam pengendalian BBM bersubsidi.

"Kita minta sebetulnya yang tak berhak disubsidi, misalnya truk pengangkutan batubara. Kereta Api Indonesia saja pernah tak dapat subsidi, kan lucu, yang ada penumpangnya harus disubsidi," katanya.

Ia mengusulkan, sebaiknya pemerintah saat harus menetapkan kebijakan soal BBM akan mau dibawa ke mana. Saat ini yang terbaik adalah mendekatkan harga BBM subsidi dengan harga pasar dan segera beralih ke gas, kedua-duanya harus berbarengan.


BerinTips : Kumpulan Berita, Informasi dan Tips
Twitter @BerinTips