Tanya:
Assalamualaikum Wr Wb
Pak ustad, saya bekerja sebagai karyawan PELNI. Saya bertugas untuk berkeliling di lautan lepas sampai berminggu-minggu. Bahkan kadang sampai setengah tahun baru bisa pulang ke rumah.
Padahal saya termasuk pengantin baru dan belum puas berbulan madu. Sebagai muslim, saya selalu mengerjakan salat (kadang-kadang menjadi imam salat di kapal).
Ketika kapal sedang berlabuh (satu malam), saya benar-benar menahan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat, seperti kamar dan bermain perempuan (melacur). Insya Allah saya masih mampu mempertahankan akidah/iman.
Pada suatu waktu, saya mendapat cuti kerja delapan hari dan saya pulang ke rumah dengan harapan bisa berbulan madu dengan isteri tersayang.
Tapi saat saya sampai di rumah, isteri sedang haid/datang bulan, sehingga saya dan isteri sama-sama takut kepada Allah SWT, kalau melanggar aturan agama. Karena tak bisa menahan hawa nafsu, saya kadang melakukan onani. Pertanyaan saya, bagaimana sebenarnya hukum melakukan onani menurut Islam?
Wassalamualaikum Wr Wb. Terima kasih atas nasihatnya.
Warsito ST, Karyawan
PT Pelni Pusat, Jakarta.
Jawab:
Wa’alaikumsalam Wr Wb
Saudara Warsito ST yang terhormat, penyakit diburu syahwat memang menghendaki penyaluran. Jika tidak disalurkan akan menimbulkan penyakit. Orang pun bisa gila kalau syahwat yang mendesak tidak disalurkan.
Di era globalisasi seperti sekarang, ketika teknologi serba canggih dan modern, banyak kaum lelaki yang terjerumus ke dalam perbuatan maksiat, karena tidak kuat menghadapi dorongan hawa nafsu. Hal ini karena sesungguhnya hawa nafsu itu selalu mengajak kepada perbuatan maksiat.
Sebagai suami Anda diperbolehkan melakukan sesuatu dengan istri, seperti pelukan, ciuman dan sebagainya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Alquran Surat Al Baqarah ayat: 223. Allah SWT berfirman, ”Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”
Menurut kitab tafsir Ibnu Kasyir, seorang suami boleh mendatangi istrinya menurut kesukaannya. Ia boleh melakukan penyaluran syahwatnya dalam berbagai bentuk keinginannya. Tapi ketika sedang haid dan nifas, seorang istri tidak boleh disetubuhi oleh suaminya. Terkait onani sebagai pengganti hubungan suami istri, ada beberapa ulama fikih yang berbeda pendapat. Ada yang menyatakan haram, makruh dan wajib, dengan alasan yang berbeda beda (baca tulisan DR Sayid Sabiq dalam Fikhussunah). ::Diasuh oleh H Muhammad Amir SH CN::
SUMBER