Malang - Batu Sekelumit Kisah Masa Lalu


”Silakan, ini kamar yang pernah ditinggali Bung Karno. Belum ada yang diubah, ubinnya pun masih asli. Hanya dicat ulang saja,” kata Irfan Junaidi (27), salah satu anggota staf Taman Rekreasi, Hotel, dan Restoran Selecta di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Batu, Jawa Timur.

Semilir angin sejuk pada ketinggian sekitar 1.100 meter di atas permukaan laut, 29 Maret silam, itu sejenak menghapus ingatan pada jarak tempuh Kota Malang-Selecta sejauh 24 kilometer.

Kamar tersebut berukuran sekitar 5 meter x 5 meter dengan nomor 47 tertempel di pintu. Dua tempat tidur dengan ukiran Jepara dan ruang kerja terpisah yang langsung menghadap ke Gunung Panderman menjadi pelengkap kamar bersejarah itu.

Kamar nomor 48, di sampingnya, pernah pula ditinggali Bung Hatta selama beberapa waktu. Keduanya berada pada sebuah bangunan yang diberi nama Bhima Sakti.

”Bung Karno yang memberi nama tempat itu Bhima Sakti,” kata Manajer Taman Rekreasi, Hotel, dan Restoran Selecta Djoko Suwito.

Nama itu merujuk pada salah seorang tokoh protagonis dalam dunia pewayangan, Bima, dengan karakter yang konsisten keras dan tegas kepada lawan sekalipun dengan hati yang tetap lembut.

Manajer Taman Rekreasi PT Selecta Sunariadi menjelaskan, Selecta—yang didirikan pada 1927 oleh pemerintah kolonial Belanda dan hanya digunakan sebagai tempat tetirah kaum penjajah—porak-poranda pada masa perang kemerdekaan. Sebanyak 47 penduduk desa setempat yang terhitung kerabat lalu bersepakat mendirikan PT Selecta, 19 Januari 1950, saat kawasan itu menjadi bagian dari Kabupaten Malang. Renovasi kemudian dilakukan di sana-sini. Lahan yang semula sekitar 18 hektar (ha) diperluas menjadi 20 ha.

Dalam perkembangannya, PT Selecta kemudian menjual 50.000 lembar saham yang kini dimiliki 1.100 investor dari seluruh Indonesia. Kini di atas lahan 20 ha itu terdapat taman bunga dengan beragam koleksi, kolam renang, waterpark, penginapan, dan restoran.

Taman bunga dengan beragam koleksinya, termasuk bunga kana yang juga dijuluki sebagai ”tulip Asia”, adalah primadona di Selecta. Seperti pada hari itu, sepasang calon pengantin memanfaatkan keasrian taman bunga Selecta untuk melakukan sesi foto pranikah.

Sejumlah pengunjung dari luar Batu juga masih menganggap Selecta sebagai tempat wisata yang menarik. ”Ya, tempat ini cocok buat anak-anak. Selecta sudah akrab,” kata Andri Pramono (33), pengunjung dari Yogyakarta yang hari itu datang bersama keluarga besarnya.

Sunariadi mengatakan, sekalipun tidak berada di lokasi yang tertinggi dibandingkan dengan tempat wisata lain di Batu, Selecta tetap dibanjiri setidaknya 10.000 orang setiap Sabtu dan Minggu. ”Kalau hari-hari biasa paling sekitar 200 orang saja,” katanya.

Ajarkan kebinekaan

Djoko menambahkan, sekalipun menjadi salah satu pilihan tempat kunjungan bagi Bung Karno dan Bung Hatta yang kerap kali ditinggali selama beberapa waktu, masyarakat sekitar ternyata beroleh pula faedahnya. ”Bung Karno di sini tidak hanya menginap, tetapi juga berbaur dengan penduduk sekitar. Bung Karno juga sering kali berkunjung ke rumah orang-orang sekitar sini. Tidak pernah membeda-bedakan siapa pun,” kata Djoko.

Djoko yang juga berasal dari Desa Tulungrejo mengatakan, Bung Karno tidak meninggalkan warisan fisik atau karya seni di tempat itu. Namun, contoh perilaku yang mencerminkan penghayatan nilai Bhinneka Tunggal Ika demikian membekas bagi masyarakat sekitar.

”Masyarakat di sini merasa betul-betul mengerti soal karakter bangsa. Kami diajari tentang arti berkebangsaan sehingga kami bisa mengerti betul bagaimana menghargai perbedaan,” kata Djoko. Pengajaran soal keberagaman dalam kebangsaan itu terjadi begitu saja melalui contoh nyata dalam setiap perjumpaan tokoh-tokoh proklamator dengan masyarakat sekitar.

Kamar nomor 47 itu hingga kini masih disewakan dan tidak ada sesuatu pun yang diistimewakan, apalagi dikeramatkan, oleh pengelola. Namun, menurut Djoko, setiap ada hajatan politik di daerah tertentu, selalu ada saja calon anggota legislatif atau calon pemimpin lembaga eksekutif yang menyewa kamar itu, lantas mengurung diri dalam kamar hingga sekitar tiga hari.

Mereka biasanya orang yang memiliki haluan politik sama dengan Bung Karno. ”Mereka dari beberapa daerah, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali. Kalau orang Jawa bilang, mungkin untuk mencari wangsit,” selorohnya.

Bung Karno dan Bung Hatta tinggal di lokasi peristirahatan itu seputar Agresi Militer Belanda II, Desember 1948. ”Tidak ada yang tahu tinggal selama berapa lama. Beliau datang dan pergi karena masa perang,” kata Djoko.

Sejarawan dari Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat, Prof Dr Mestika Zed, menduga Bung Karno kerap tinggal di kawasan itu pada masa setelah tahun 1950 saat kondisi negara relatif lebih aman. ”Soalnya, setelah Agresi Militer Belanda II, 19 Desember 1948, Bung Karno, kan, langsung ditawan ke Bangka,” ungkapnya.

Peningkatan suhu udara

Djoko menambahkan, dibandingkan dengan kondisi saat perang kemerdekaan dan setelah Agresi Militer Belanda II, cuaca di Batu secara umum melonjak drastis. Namun, ia mengatakan hal itu tidak memengaruhi tingkat okupansi hotel yang masih sekitar 70 persen.

Bahkan, hingga 10 tahun lalu ia mencatat suhu udara di Batu masih berada pada kisaran 16 derajat celsius. ”Sekarang rata-rata sudah 24 derajat celsius,” katanya sambil melihat termometer air raksa yang menunjuk angka 24.

Perambahan kayu yang tak terkendali di hutan sekitar Batu telah mengakibatkan peningkatan suhu. ”Ya, pada awal masa reformasi itulah perambahan hutan terjadi karena merasa itu kayu rakyat,” ujar Djoko.

Akibat lain bisa ditebak, yakni mulai bergugurannya usaha petani apel malang yang dulu identik dengan Batu. Pusat produksi apel makin bergeser ke Dusun Cangar, Kecamatan Bumiaji, yang berhawa lebih dingin.

Karena itulah Yanis, petani dan pedagang apel di Jalan Raya Selecta, kini lebih memilih untuk tekun berdagang apel dan beragam penganan khas dari apel, seperti dodol dan keripik apel. Pasalnya, biaya produksi tanam apel tak sebanding dengan harga jual apel.

Suhu dingin dan reputasinya sebagai penghasil apel malang kini mulai terkikis dari Batu. Padahal, Bung Karno sungguh terkesan terhadap Selecta, ikon wisata Batu yang sampai sekarang masih memesona itu.

Pada salah satu dinding di kamar nomor 47, Bung Karno meninggalkan tulisan yang dibingkai: Kenang-kenangan pada Selecta tetap hidup dalam ingatan saja. Bukan sadja karena tamasja jang indah, tetapi djuga karena di Selecta itu beberapa putusan penting mengenai perdjoangan Negara telah saja ambil.

Soekarno, Presiden RI. Malang 1/3 ’55.