kompas.com Properti, Baiknya Jadi Investasi Tambahan Saja



KOMPAS.com - Saat masih kecil, tentu kita pernah main monopoli. Rasanya senang sekali, ketika kita sukses membeli rumah atau hotel termahal di atas papan permainan tersebut. Kepuasan pun kian bertambah, ketika lawan main dengan wajah cemberut terpaksa membayar "uang sewa" selama mereka singgah di sana.

Kini, setelah beranjak dewasa dan memiliki penghasilan sendiri, memiliki rumah, apartemen, atau ruko bukannya tak mungkin jadi kenyataan. Mari simak tips Tejasari, CFP, financial planner, agar kita dapat memilih dan mengelola properti menjadi investasi menguntungkan.

Investasi properti
Properti merupakan salah satu bentuk investasi tertua. Bahkan, sebelum ada obligasi, saham, emas, atau bentuk investasi lainnya, orang-orang sudah sibuk membeli tanah dan bangunan. Saat ini properti tetap diminati sebagai investasi banyak orang. Menurut Tejasari, ada beberapa faktor pemicunya. Pertama, secara fisik properti dapat dilihat keberadaannya, jadi menimbulkan rasa aman bagi orang yang membeli. Kedua, tanah semakin terbatas, sementara jumlah manusia terus bertambah. Mau tak mau tanah pun menjadi sesuatu yang diperebutkan. Ketiga, adanya anggapan bahwa harga properti tak akan pernah turun.

Namun, sebenarnya ada beberapa kelemahan untuk investasi jenis ini. Ia memaparkan, "Properti termasuk dalam golongan aset tidak lancar. Berarti sewaktu-waktu, investasi tersebut tidak bisa langsung dicairkan dalam bentuk uang. Dijualnya pun harus sekaligus sebagai satu kesatuan. Misalnya, kita butuh uang Rp 100 juta dan punya rumah senilai Rp 500 juta. Kita tidak bisa menjual rumah hanya sebagian saja, bukan?"

Itulah sebabnya, ia menyarankan properti lebih sebagai investasi back up atau tambahan saja. Jadi, akan lebih baik jika kita memprioritaskan tujuan utama alokasi dana terlebih dahulu, sebelum berinvestasi di properti.

Perlu diingat, agar dapat mencapai tujuan terpenting keuangan kita -dana pendidikan anak atau dana pensiun- sebaiknya pertama-tama berinvestasilah di aset lancar, seperti surat-surat berharga. Setelah semua kebutuhan terpenuhi, barulah melirik dunia properti. Sebelum membeli, ada baiknya kita merencanakan pembelian secara seksama, karena jumlah uang yang dikeluarkan cukup besar.

Memilih lokasi
Berinvestasi di properti tidaklah seperti permainan monopoli yang bergantung pada lemparan dadu. Kita wajib merencanakan jenis properti yang hendak dimiliki, sebab jika salah langkah harga properti bukannya naik, tapi malah turun.

"Jangan terkecoh dengan mitos selama ini bahwa harga properti pasti naik. Hal tersebut bisa saja terjadi, jika ternyata lokasi properti yang dibeli tidak semaju yang diharapkan. Misalnya, pengembang menjanjikan suatu daerah akan berkembang pesat. Tetapi, kenyataannya tidak demikian. Ketika mau dijual harganya malah lebih murah, dibandingkan saat kita membeli, karena sepi peminat," ungkap Tejasari.

Itulah sebabnya, sebelum mengambil properti, sebaiknya tentukan tujuannya dulu. Apakah properti tersebut kelak akan diwariskan kepada anak, digunakan sendiri, disewakan demi mendapatkan penghasilan bulanan, atau dijual kembali dalam jangka panjang?

"Setelah mengidentifikasi tujuan, kita akan lebih mudah memilih jenis properti yang akan dibeli. Jika berharap agar mendapat penghasilan rutin setiap bulan atau tahunan, kita lebih cocok mengambil apartemen atau ruko yang bisa disewakan. Kita juga dapat membeli rumah untuk dijadikan kos-kosan. Sedangkan, jika tujuannya lebih untuk investasi jangka panjang, sebaiknya memilih rumah atau tanah," jelasnya.

Selain menentukan tujuan, ada tiga hal penting yang perlu diingat sebelum membeli properti: lokasi, lokasi, dan lokasi. Pameo lama ini ternyata masih dan akan tetap berlaku samapi sekarang.

"Apartemen dan ruko, misalnya, potensi kembalinya keuntungan akan lebih tinggi, kalau letaknya di pusat kota atau daerah pusat bisnis. Begitu juga dengan rumah. Meskipun banjir, rumah di lokasi strategis tetap akan tinggi harganya, karena orang bisa mengatasi banjir dengan cara meninggikan rumah," kata Tejasari.

Kredit vs tunai
Tujuan sudah ditentukan, properti pun sudah dipilih. Lalu, bagaimana kita membiayai pembeliannya? Jika dana tunai cukup, tentu tidak ada masalah. Tetapi, jika kita hanya bisa membayar uang mukanya saja, lunasilah sisanya dengan cara kredit. Namun, ada yang perlu diwaspadai.

"Membeli properti melalui kredit membuat harganya jadi jauh lebih mahal. Contohnya, harga asli rumah Rp 500 juta, dengan kredit kemungkinan total harganya akan melonjak ke kisaran Rp 700 juta sampai Rp 800 juta. Tingginya bunga kredit, akhirnya membuat proses investasi kurang efektif. Biasanya saya hanya akan menyarankan membeli properti dengan cara tersebut untuk rumah pertama, karena ini adalah kebutuhan primer," paparnya.

Seandainya kita tetap nekat memiliki properti lewat kredit, sebenarnya akan lebih jitu jika dialihkan ke apartemen atau ruko. Bagaimanapun juga tingkat pengembalian keuntungan apartemen atau ruko dalam jangka pendek akan lebih tinggi, dibandingkan rumah atau tanah. Kita juga dapat mengambil uang sewa bulanannya untuk membayar uang cicilan kredit. Tejasari mengingatkan, "Anda harus tetap memikirkan sumber dana cadangan untuk mencicil kredit, jika properti tersebut sedang tidak laku disewakan."