Walaupun dollar AS begitu kuat terhadap mata uang di dunia, ternyata rupiah masih mampu menunjukkan kinerja yang positif dibandingkan dengan mata uang di kawasan regional.
"Masih tingginya kepercayaan investor asing terhadap perekonomian domestik membuat rupiah masih mampu bertahan. Arus modal jangka pendek terus mengalir ke perekonomian Indonesia," sebut ekonom bank Danamon Anton Hendranata.
Dalam seminggu terakhir, sebutnya, nilai beli bersih saham oleh investor asing masih positif dan posisi asing di pasar obligasi terus meningkat hingga Rp 130,3 triliun per tanggal 25 Maret dari Rp 129,0 triliun per tanggal 19 Maret.
Pada pekan keempat bulan ini, dollar AS berbalik arah dengan menunjukkan kekuatannya terhadap mata uang utama dunia, setelah selama tiga minggu berturut-turut mengalami kejatuhan. Secara rata-rata, indeks dollar AS menguat 1,7 persen di minggu keempat bulan Maret dibandingkan dengan minggu ketiga yang mengalami pelemahan sebesar 0,3 persen.
Begitu kuatnya dominasi dollar AS tersebut membuat tekanan yang makin dalam terhadap mata uang di Asia. Secara rata-rata, mata uang di Asia mengalami pelemahan 0,2 persen pada pekan keempat bulan ini.
Menurut dia, tingginya tekanan dollar AS terhadap sebagian mata uang dunia seminggu yang lalu, nampaknya tidak berlangsung lama. Hal itu didukung oleh perkembangan data belanja ritel AS yang terus membaik, rencana Uni Eropa yang akan menggandeng IMF untuk mengatasi masalah utang Yunani, dan suksesnya penjualan obligasi pemerintah Yunani, kembali memberikan sentimen yang positif bagi para investor. "Risk appetite investor kembali meningkat, investor memburu kembali aset yang berberisiko tinggi, terutama ke kawasan Emerging Market," tambah dia.
"Dengan melihat tren jangka pendek terkoreksinya indeks dollar AS, meningkatnya risk appetite para investor, dan arus modal masuk ke pasar obligasi dan pasar saham di Indonesia, rupiah akan cenderung mendatar atau sedikit menguat terhadap dollar AS dalam seminggu ke depan," demikian Anton.
