TKI ku Sayang, TKI ku Malang ....



Semakin mahalnya sesuap nasi, menjadikan tekanan ekonomi yang semakin manjadi-jadi di kalangan bawah masyarakat bumi ibu pertiwi. Pilihan menjadi TKI demi setumpuk dolar pun tidak menjadi profesi yang asing lagi. Sukur-sukur jadi TKI yang punya dokumen resmi, jadi pekerja tanpa dokumen resmi dan bahkan tanpa mereka sadari tidak mendapatkan gaji pun mereka sanggupi. Yah beginilah potret kehidupan sebagian dari masyarakat kita selama ini, tanpa pikir panjang apapun jadi.

TKI adalah “pahlawan devisa”, ya devisa, investasi bagi negara, tapi apakah bisa jadi investasi bagi diri mereka sendiri? selama ini mereka diperlakukan seolah olah serdadu yang akan dikirim ke medan perang tanpa dibekali amunisi. Memang, ada sebagian TKI yang betul-betul di berikan pelatihan, pembekalan dan keterampilan sebelum di berangkatkan, tapi apakah semua TKI yang lain juga demikian? Saya berani berasumsi seperti ini karena banyak orang-orang yang saya kenal yang mungkin mempunyai alasan himpitan ekonomi hingga akhirnya menjadi TKI di luar negeri, diantara mereka hanya bermodalkan otot di badan tanpa dibekali otak ataupun skill yang mencukupi. Banyak kisah-kisah yang mereka alami disana, kisah yang menyenangkan dan tidak sedikit yang menyedihkan, bahkan ada yang sudah sekian tahun tidak memberikan kabar keberadaan dan tidak jelas bagaimana nasibnya.

Lagi-lagi, Indonesia di gemparkan oleh kasus penganiayaan TKI yang sebenarnya bukan hal yang asing lagi di telinga kita, mungkin para elit negeri saja yang suka berpura-pura tuli selama ini. Kasus menjadi sorotan kali ini adalah kasus penganiayaan para TKI yang bekerja di Arab Saudi bahkan sampai berbuntut kematian. Ironis memang, disiksa sampai meregang nyawa demi tuntutan materi yang memang harus dipenuhi. Parahnya berita buruk ini menyebar di saat-saat bumi pertiwi sedang di timpa bencana yang bertubi-tubi sehingga semakin menambah luka yang di alami republik yang kita cintai. Keadaan yang rumit ini juga diperparah oleh sikap para penguasa negeri yang kurang terpuji, ribut sendiri memikirkan kepentingan-kepentingan yang terkadang kurang penting untuk diurusi.

Kasus kali ini terjadi pada Suamiati, TKI asal NTB yang bekerja di arab Saudi, yang benar-benar merasakan kegetiran, ketidakadilan, dan siksaan selama manjadi “pejuang devisa”. Bibirnya dipotong sampai sumbing bahkan hampir mengalami kelumpuhan akibat siksaan yang luar biasa dari majikannya. Pemerintah pun dibuat sibuk gara-gara kasus ini, barulah mereka berniat meninjau ulang prosedur pengiriman TKI selama ini, jadi kemana saja pemerintah selama ini? Apakah harus mendapat perlakuan tidak adil dahulu baru bisa mendapatkan julukan “pahlawan devisa”?, apakah harus mendapat siksaan tanpa nurani dan tidak manusiawi dahulu baru bisa mendapatkan perhatian dari penguasa negeri ini?.

Sebenarnya siapa yang patut kita salahkan disini? Apakah TKI nya sendiri, pemerintah, ataukah pihak luar negeri sana? Coba kita lihat, yang pertama dari TKI-nya, apakah sebelum di berangkatkan ke sana mereka sudah mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang mencukupi baik itu bahasa, kebudayaan, skill bekerja, dll. Karena selama ini kita lihat saja, tamatan SD saja sudah bisa jadi TKI dengan mudahnya tanpa melalui prosedur-prosedur yang telah di tetapkan, bahkan nekat jadi TKI illegal tanpa memikirkan resiko yang akan di alami, jadi kesadaran TKI-nya sendiri dimana?. Kedua, kita lihat dari pemerintah, apakah pemerintah selama ini memperhatikan seutuhnya prosedur-prosedur yang harus di lalui para TKI yang akan diberangkatkan? ditambah lagi aksi-aksi para calo-calo TKI ilegal yang memberikan jasa tidak berstandar dalam penempatan tenaga kerja di luar negeri sehingga mengakibatkan tingginya biaya rekrutmen dan berbuntut pada pemotongan gaji? Lalu apakah selama ini pemerintah sungguh-sungguh memberikan pembekalan untuk para TKI atau sekedar formalitas belaka? Sebagai salah satu bukti “TKI Campurkan Darah Mens ke Makanan Majikan (VivaNews)”, katanya darah mens yang dicampurkan dalam makanan dipercaya bisa membuat sang majikan lebih ramah dan tak pilih kasih kepadanya. Kasus yang terjadi di Hongkong ini adalah bukti bahwa ada sebagian masyarakat Indonesia yang masih mempercayai takhayul, jadi apakah pemerintah sudah memberikan pelatihan yang tepat tepat sebelum TKI di berangkatkan?. Lalu yang ketiga adalah dari pihak luar negeri, kita ambil contoh negara Arab Saudi yang notabenenya adalah negara yang menerapkan syariat islam, kental dengan hukum-hukum islam. Apakah mereka tidak malu dengan kasus-kasus penyiksaan yang dilakukan warga negaranya sendiri yang dapat menyebabkan mencemarkan nama baik negara bahkan agama? Seharusnya mereka secepatnya bertindak tegas kepada oknum-oknum yang melakukan tindak kekerasan tersebut tanpa harus ditekan terlebih dahulu supaya tidak ada kekerasan-kekerasan yang berkelanjutan.

Republik Indonesia adalah salah satu negara terkaya akan sumber daya alam, tapi realita yang terjadi selama ini kekayaan yang kita miliki seolah-oleh tidak punya arti apa-apa bagi sebagian masyarakat Indonesia yang minim akan sumber daya manusia, padahal kalau benar-benar diolah lebih maksimal sudah pasti akan mendatangkan kemakmuran. Elit-elit negeri yang tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan ke seluruh penjuru, juga menjadi salah satu penyebab kenapa rakyat lebih memilih bekerja di negara lain yang menurut mereka lebih menjanjikan tanpa pertimbangan yang matang demi mencari lembar-lembar kertas bernominal untuk memenuhi tuntutan materi di negeri sendiri. Jadi marilah kita bersama-sama berintrospeksi diri dan semoga perubahan secepatnya akan terjadi di negara tercinta ini.